Selasa, 21 April 2015

Penyakit Diabetes ; Kenali dan Cara Mencegahnya

Penyakit Diabetes Melitus I Tips Cara Menormalkan Gula Darah I Cara Mencegah Diabetes Melitus I Makanan Penurun Gula Darah I Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes

Penyakit diabetes semakin hari semakin banyak diderita orang baik mereka yang mampu maupun mereka yang tidak mampu secara ekonomi. Penyakit diabetes melitus atau gula darah ini menyerang banyak usia produktif bahkan remaja dan anak anak sehingga menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan kematian tinggi.

Mari kita kenali dan cegah penyakit diabetes melitus ini agar dapat menjalani hidup lebih lama dan lebih sehat untuk mendampingi keluarga anda tercinta.

Jumlah penderita diabetes di Amerika melonjak drastis, sebanyak 24 juta orang adalah penderita positif, sedangkan 57 juta orang lainnya adalah pre-diabetes. Mencegah wabah kegemukan adalah salah satu kunci membalikkan trend mengkhawatirkan ini. Di lain pihak, kemajuan dalam hal screening dan perawatan sangat membantu untuk menanganinya.

Menjalani screening sangatlah mudah. Dahulu, dokter melakukan tes glukosa darah setelah puasa ataupun tes toleransi glukosa. Tes glukosa darah setelah puasa mewajibkan pasien untuk tidak makan setidaknya 8 jam, sedangkan tes toleransi glukosa, yang mengharuskan pasien untuk menelan minuman bergula, memerlukan waktu setidaknya 2 jam. Level gula darah 126 mg/dL atau lebih tinggi pada salah satu tes ini mengindikasikan pasien mengalami diabetes.


Tetapi sekarang ada screening A1C, yaitu sebuah tes darah yang tidak memerlukan proses puasa tetapi mampu memberikan gambaran kadar gula darah dalam 3 bulan terakhir. Menurut Richard M. Bergenstal, MD, presiden obat dan sains untuk Asosiasi Diabetes Amerika (ADA), dahulu metode ini digunakan pada pasien penderita diabetes untuk menilai bagaimana perkembangan situasi mereka. Namun, awal tahun ini, ADA mulai merekomendasikan penggunaannya untuk proses diagnosa awal, karena prosesnya yang mudah dan hasilnya yang dapat diandalkan. Faktanya, tes ini lebih baik dalam mendeteksi pre-diabetes, karena Ia tidak mudah dipengaruhi oleh perubahan pola makan ataupun olahraga dalam waktu yang singkat.

Obat-obatan baru dapat membantu pasien menurunkan berat badan. Ironisnya, beberapa obat yang digunakan menangani diabetes tipe-2, menyebabkan penambahan berat badan, yang berarti memperparah keadaan. Namun, dalam 5 tahun terakhir, beberapa obat diabetes yang telah menembus pasaran mampu menurunkan berat badan, atau setidaknya mencegah kenaikan berat badan. Obat-obat ini, termasuk Byetta dan Januvia, mempengaruhi hormon yangmembantu menurunkan kadar gula darah saat dalam keadaan abnormal tinggi. Selain itu, obat-obat ini juga berfungsi menurunkan nafsu makan pasien dalam waktu yang sama. Baiknya, obat ini digunakan pada tahap-tahap awal dari diabetes atau sangat  efektif bila dikombinasikan dengan obat diabetes lainnya.


Pankreas buatan semakin mendekati pankreas asli. Banyak penderita diabetes tipe-1 memakai pompa insulin, yang memonitor kadar gula darah dan mengeliminasi injeksi.  Tetapi, pasien masih perlu menentukan berapa banyak insulin yang diinjeksikan melalui pompa dan ini tidaklah mudah. Beberapa orang mencoba untuk menjaga kadar gula darah mereka agar tidak menurun terlalu drastis. Penurunan kadar gula darah yang drastis dapat menyebabkan serangan penyakit secara tiba-tiba atau bahkan berujung pada kematian. Apabila kadar gula darah terlalu tinggi, kebutaan ataupun kerusakan pada syaraf dapat terjadi. Sesuatu yang dinamakan pankreas buatan akan mengatasi hal tersebut dengan memonitor kadar gula darah secara berkala dan otomatis menginjeksi insulin dalam jumlah yang tepat, kata Aaron Kowalski, MD, PhD, seorang peneliti pada sebuah projek pankreas buatan. Berkat hasil percobaan yang sukses, pankreas buatan ini sekarang sedang diuji-coba di berbagai rumah sakit di Amerika. Informasi lebih lanjut dapat dilihat di www.artificialpancreasproject.com.


Siapa yang harus di-screen?
Mulai dari yang berumur 45 tahun, semua orang harus dites untuk diabetes tipe-2. Tetapi, coba konsultasikan ke dokter pribadi untuk melakukan tes lebih awal jika beberapa faktor berikut ada pada anda: 

 • Ada bawaan diabetes dalam keluarga

• Jarang beraktivitas

• Kelebihan berat badan/obesitas
 • HDL atau “kolesterol baik” di bawah 35 mg/dL

• Tekanan darah tinggi (140/90 mmHg atau lebih)

• Trigleserida tinggi (lebih dari 200 mg/dL)

• Diabetes selama masa kehamilan

• Mengalami Polycystic ovarian syndrome (PCOS)


Diabetes Tipe-1 dan Tipe-2

Sampai saat ini, semua orang yang mengalami diabetes digolongkan pada 2 kategori ini.Tipe-1 adalah kondisi autoimmune di mana tubuh tidak memproduksi insulin yang sangat penting untuk menjaga kadar gula darah.Sedangkan tipe-2 merupakan bentuk yang lebih umum, yang banyak ditemukan pada orang dewasa yang mengalami kegemukan. Menurut penelitian dari Institut Nasional Diabetes dan Penyakit Ginjal, sebanyak 10 persen orang yang dikategorikan  menderita tipe-2, memiliki bentuk hibrida. Orang-orang dengan kondisi ini, dikategorikan ber-tipe 1.5 atau diabetes ganda. Penderita tipe 1.5 adalah anti terhadap insulin, yang berarti tubuh mereka tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi tubuh secara benar. Tetapi, penderita tipe ini mirip dengan tipe-1, di mana terdapat antibodi yang menunjukkan bahwa tubuh menyerang pankreas, kata Jerry Palmer, MD, direktur dari Diabetes Endocrinology Research Center di Universitas  Washington ,Seattle, Amerika.

Jika Anda didiagnosa mengidap diabetes tipe-2 tetapi memilki keluarga yang bertipe-1, kurus, atau memilki masalah mengkontrol diabetes anda dengan obat oral, konsultasikan ke dokter anda jika anda perlu menjalani tes darah untuk kemungkinan tipe 1.5. Jika hasilnya positif, dokter anda mungkin perlu merekomendasikan penggunaan insulin untuk anda. (Erabaru/ana).

Walaupun tidak semua pengaturan diet makanan dapat diterapkan atau bermanfaat bagi setiap orang, saya pikir ada beberapa hal, yang secara umum dapat menjadi pegangan. Salah satunya, jika Anda ingin panjang umur dan hidup sehat, lakukan apa yang bisa untuk memastikan keseimbangan kadar gula darah dan kadar insulin Anda.

Dalam prakteknya, ini berarti mengonsumsi makanan sehari-hari yang cenderung tidak mengganggu kadar gula darah (dan berkonsekuensi mengganggu kadar insulin), seperti daging, ikan, telur, sayur-sayuran hijau, buah-buahan tertentu (seperti apel, buah-buahan jenis berry), buncis, miju-miju (lentil), kacang-kacangan, dan biji-bijian.

Makanan yang secara umum perlu dihindari, dapat Anda perhatikan, adalah makanan-makanan yang mengandung gula kristal rafinasi (terkadang juga disebut gula batu) dan tepung yang berkarbohidrat, seperti roti, kentang, beras, pasta, dan sereal.

Makanan utama di atas seringkali dianggap sebagai makanan rendah-karbohidrat berdasarkan atas kandungan karbohidratnya yang sangat rendah dibandingkan makanan kaya-tepung yang sering dipromosikan (dan dikonsumsi) dewasa ini. Sebagian orang bahkan merekomendasikan jenis makanan kaya-tepung seperti di atas bagi penderita diabetes, meskipun karbohidrat adalah unsur makanan yang secara spesifik sangat sulit dihindari oleh penderita diabetes.

Alasan bahwa seorang penderita diabetes perlu melakukan diet-karbohidrat berasal dari fakta bahwa semakin sedikit karbohidrat yang dikonsumsi seseorang, semakin rendah kadar gula darahnya. Dan risiko atas kondisi yang tetap tersebut, merupakan keuntungan bagi penderita diabetes, yang mungkin berambisi dapat mengontrol kadar gula darahnya dalam kondisi normal.

Bagaimanapun juga, alasan penting lain adalah makanan yang rendah atau menurunkan karbohidrat 'hanya' membutuhkan lebih sedikit insulin untuk disekresikan oleh pankreas tubuh. Secara umum, semakin sedikit hormon insulin yang dikeluarkan seseorang, semakin sedikit kemungkinan mereka menderita resistensi insulin (ketika kemampuan tubuh untuk menurunkan efek gula darah dengan insulin telah tumpul). Lagipula, lebih sedikit hormon insulin berarti juga lebih sedikit kemungkinan sel pankreas yang bertugas mengeluarkan insulin-sel beta-menjadi kelelahan.

Pada dasarnya, semakin banyak insulin yang dikeluarkan seseorang dari waktu ke waktu, semakin tinggi kemungkinan mereka menderita kekurangan insulin atau ketidakmampuan jaringan tubuh bereaksi terhadap insulin secara wajar. Ini adalah situasi yang banyak ditemukan pada penderita diabetes tipe-2, terutama sekali, secara logika, jika mereka mengonsumsi makanan yang sarat karbohidrat, termasuk makanan yang kaya tepung.

Tentu saja konsep pengendalian asupan karbohidrat bukan hanya relevan bagi penderita diabetes, namun juga bagi mereka yang tidak ingin menderita diabetes. Saya kemudian tertarik untuk membaca studi terbaru yang menguji efek makanan rendah karbohidrat dan rendah-lemak (sekaligus tinggi karbohidrat) dalam kelompok anak remaja berusia 12 sampai 18 tahun yang mengalami obesitas. Dalam studi selama 12 minggu ditemukan bahwa makanan ini menunjukkan performa yang sama pada perubahan ukuran seperti body mass index (BMI) dan indeks persentase lemak.

Di sisi lain, makanan rendah karbohidrat menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan makanan rendah lemak dalam dua hal utama. Pertama, kadar insulin menunjukkan tingkat yang lebih rendah pada mereka yang mengonsumsi makanan rendah karbohidrat. Peneliti juga menggunakan penilaian yang dikenal sebagai homeostatic model assessment (HOMA), yang digunakan untuk mengukur perkembangan penderita resistensi insulin dan kelelahan sel beta. Di sini pun, mereka yang mengonsumsi makanan rendah karbohidrat menunjukkan performa yang lebih baik.

Singkat kata, setelah tiga bulan mengonsumsi makanan rendah karbohidrat, anak-anak remaja tersebut menunjukkan peningkatan dalam biokimia mereka, yang akan, secara umum, dapat menurunkan risiko mengidap diabetes tipe-2 dari waktu ke waktu. Bukti ini sejalan dengan riset lain yang telah menemukan bahwa konsumsi karbohidrat pengganggu gula darah dihubungkan dengan peningkatan risiko diabetes. (feb).
produk herbalife


1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...